Mengapa Angka Harapan Hidup Perempuan Lebih Tinggi: Perspektif Kepala BKKBN

- 6 Juli 2023, 08:00 WIB
Mengapa Angka Harapan Hidup Perempuan Lebih Tinggi: Perspektif Kepala BKKBN
Mengapa Angka Harapan Hidup Perempuan Lebih Tinggi: Perspektif Kepala BKKBN /Foto: Pixabay/tazzanderson/

 

Oke Jambi - Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G (K), Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyampaikan alasan mengapa angka harapan hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki.

Pernyataan tersebut dia sampaikan pada acara Apresiasi dan Penghargaan Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023 yang berlangsung di Wyndham Opi Hotel Palembang, Sumatra Selatan, pada tanggal 4 Juli 2023.

Menurut Hasto, angka harapan hidup perempuan lebih panjang karena laki-laki lebih terpapar risiko mati. Risiko tersebut meliputi kecelakaan, jatuh dari pohon, berkelahi, dan bekerja di daerah dengan risiko tinggi.

"Jadi angka harapan hidup perempuan lebih panjang, karena risiko mati ada banyak pada laki-laki," tuturnya, "laki-laki lah yang terpapar risiko mati. Seperti yang tabrakan, jatuh dari pohon, yang berkelahi, yang kerja di daerah berisiko tinggi, itu laki-laki."

Baca Juga: Strategi Jitu Menyiapkan Biaya Pendidikan untuk Masa Depan Anak

Baca Juga: Ide Cerdas Mengisi Liburan Sekolah: Ayo Nikmati Kegiatan Sederhana dan Edukatif Berikut Ini

Oleh karena itu, harapan hidup laki-laki cenderung lebih rendah dibandingkan perempuan. Sebagai hasilnya, perempuan lebih mendominasi populasi lansia di Indonesia.

Namun demikian, Hasto menekankan bahwa perempuan sebagai kepala rumah tangga tunggal atau single parent juga menghadapi tantangan dalam produktivitas mereka. Pendidikan yang lebih rendah dan tingkat ekonomi yang masih rendah menjadi faktor utama yang memengaruhi hal tersebut. Dalam menghadapi beban generasi di tahun 2045, hal ini menjadi tantangan yang perlu diatasi.

"Itulah yang jadi PR kita, bukan merendahkan perempuan tapi single parent atau kepala rumah tangga perempuan itu juga akhirnya belum produktif," tuturnya, "karena pendidikan lebih rendah juga ekonominya masih rendah, sehingga hati-hati mendekati 2045 itu menghadapi beban generation."

Selain itu, Hasto juga mengungkapkan alasan lain di balik rendahnya angka harapan hidup laki-laki. Faktor-faktor seperti kebiasaan merokok yang lebih tinggi pada laki-laki dan paparan polutan yang lebih banyak juga mempengaruhi angka tersebut. Laki-laki juga lebih sering terlibat dalam penggunaan pestisida yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mereka.

"Laki-laki juga 48 persen rata-rata merokok, sehingga terpapar polutan," ujarnya, "laki-laki lebih banyak terpapar polutan, kemudian yang bergelut dengan pestisida juga dialami laki-laki, memang laki-laki banyak terpapar polutan."

Selama acara tersebut, Hasto juga membahas peran stres dalam kehidupan modern. Menurutnya, dalam era distrupsi seperti sekarang ini, banyak orang cenderung hidup secara individualis dan hedonis, yang pada akhirnya meningkatkan tingkat stres. Kurangnya sentuhan sosialisasi dalam lingkungan keluarga menjadi salah satu faktor penyebab stres yang signifikan.

"Dia kurang mendapatkan sentuhan sosialisasi di dalam keluarga," ujarnya, "sehingga hati-hati ketika kita di era seperti sekarang ini, ternyata stres itu meningkat dan peningkatannya cukup signifikan, 6,1 persen menjadi 9,8 persen."

Hasto juga memberikan pandangannya mengenai individu yang hidup dalam dunianya sendiri. Menurutnya, individu tersebut berisiko mengalami gangguan jiwa ringan. Dia mengutip pertanyaan yang sering diajukan oleh dokter ahli jiwa, yang menanyakan tentang kebiasaan onani atau masturbasi. Hal ini dikarenakan orang yang sering melakukan kegiatan tersebut cenderung hidup dalam imajinasi dan dunia pribadinya, yang berbeda dengan realitas.

"Sebetulnya orang yang hidup di alamnya sendiri itu sebetulnya berlatih untuk gangguan jiwa ringan," ucap dia, "ketika dokter ahli jiwa itu kalau nanya pada yang gangguan jiwa itu selalu ditanya 'apakah dulu sering onani, sering masturbasi? Kenapa pertanyaannya begitu, karena orang yang onani itu menghayal, hidup di dunianya sendiri', antara yang kenyataan dan pikiran itu beda."

Sebagai solusi, Hasto menyampaikan pentingnya pendidikan seks (sex education) yang mencakup informasi yang akurat dan edukatif. Dengan pendidikan seks yang tepat, diharapkan masyarakat dapat memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kesehatan seksual dan reproduksi, serta mengurangi risiko terjadinya gangguan jiwa.

Dalam kesimpulannya, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.O.G (K), Kepala BKKBN, memaparkan alasan mengapa angka harapan hidup perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Selain risiko mati yang lebih tinggi pada laki-laki, faktor-faktor seperti kebiasaan merokok, paparan polutan, dan tingkat stres yang tinggi juga berkontribusi terhadap perbedaan ini. Dalam menghadapi tantangan ini, pendidikan seks menjadi salah satu solusi yang penting untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.

Editor: Husnul Khotimah

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah