Politik Gender Masih Dibutuhkan

13 Maret 2023, 10:11 WIB
Sampul Buku Poltik Gender Karya Agus Hiplunudin /Perpustakaan UBB/

(Oleh : Dimas Anggara)

Oke Jambi - Partisipasi penuh perempuan dan laki-laki dalam proses pengambilan keputusan dan proses politik sebuah negara baik sebagai pemilih,calon,pejabat terpilih, maupun penyelenggara pemilu sangat penting.

Kesetaraan gender dalam bidang politik diciptakan demi mewujudkan cita-cita demokrasi perwakilan khususnya di lembaga padicipt dengan menciptakan keseimbangan komposisi perwakilan antara laki-laki dan perempuan.

Apabila mandat diberikan kepada kaum laki-laki saja, maka hal itu tidak akan mewakili seluruh rakyat yang pada dasarnya terdiri dari golongan laki-laki dan perempuan.

Masing-masing di antara laki-laki dan perempuan terdapat kepentingan dan kebutuhan yang tidak selalu sama sehingga seperti dalam permasalahan perempuan perempuanlah yang dianggap mampu memberikan solusi terhadap permasalahannya.

Sangatlah kecil peluang laki-laki yang bisa memperjuangkan hak perempuan karena laki-laki tidak mengalami apa yang dirasakan olehperempuan.

Sejarah secara etimologis partisipasi politik dapat diartikan sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yakni dengan jalan memilih pemimpin negara yang secara langsung ataupun tidak langsung turut mempengaruhi kebijakan negara titik artinya partisipasi politik sangatlah wajib diketahui sebagai warga negara untuk mengetahui arah dan tujuan kemajuan bangsa (Suparno, dkk, 2005:17)

Partisipasi politik khususnya perempuan dibutuhkan dalam upaya pengintegrasian kebutuhan gender pada berbagai kebijakan publik dan untuk mencapai tujuan instrumen hukum yang adil, selama ini masih terabaikan dan menyebabkan ketimpangan di berbagai sektor kehidupan perempuan.

Oleh karena itu partisipasi politik perempuan dalam pemilihan umum harus ditingkatkan karena keberadaannya dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok perempuan dengan cara mewakili, meningkatkan pengetahuan pemahaman dan kesadaran perempuan tentang hak dan kewajiban di dalam pemilihan umum itu sendiri.

Partisipasi perempuan dalam hal memilih dewan perwakilan daerah khususnya partai sering dihalangi oleh sejumlah rintangan politis, hukum, sosial, ekonomi, dan budaya.

Ketersediaan sumber daya yang relatif rendah untuk perempuan misalnya sumber daya waktu yang mengakibatkan peran gender yang sudah ditentukan seperti misalnya kecenderungan perempuan untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam mengasuh keluarga atau anak dan urusan rumah tangga yang sering membuat perempuan hanya memiliki waktu sangat sedikit untuk terlibat dalam kegiatan politik.

Politik gender perempuan dan laki-laki dipengaruhi oleh tradisi budaya dan agama yang sering membatasi kebebasan perempuan untuk atau mematahkan semangat perempuan untuk menggunakan hak pilih di beberapa tradisi atau budaya dapat mengakibatkan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang lebih rendah sehingga mengakibatkan rendahnya kesadaran sipil dan politik.

Budaya juga dapat mempengaruhi perempuan untuk mencari posisi sebagai pemimpin serta dapat mempengaruhi hilangnya kepercayaan diri, keterlibatan politik, dan ketegasan perempuan titik pada akhirnya, sifat kompetitif proses politik seringkali dipandang sebagai permainan tanpa hasil.

Partisipasi politik masyarakat khususnya perempuan dalam pemilihan dewan perwakilan daerah sangat diperlukan titik akan tetapi, partisipasi politik masyarakat Indonesia khususnya pada pemilihan dewan perwakilan daerah masih terlihat menendang beberapa daerah di Indonesia bahkan tidak mencapai target yang diharapkan.

Partisipasi politik menjadi sangat penting dalam konteks dinamika politikkan di suatu masyarakat titik sebab partisipasi politik dari setiap individu maupun kelompok masyarakat maka akan terwujud segala yang menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara umum.

Sehingga demikian, keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan kepentingan umum titik dalam hal ini terutama sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada titik dalam artian setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi sebagai instan publik dalam hal ini peran meliputi pemberian suara kegiatan menghadirkan banyak serta pengawasan penghitungan suara.

Peranan perempuan di berbagai bidang, sebenarnya tidak lepas dari sejarah peranan wanita selama ini titik namun, sekarang peranan wanita ini justru dirintangi dengan penggunaan isu gender kualitas, kapasitas, kualitas ilmu yang dimiliki, atau dianggap tidak menguasai agama yang dianutnya dan masih banyak lagi dan menyebabkan para wanita ketakutan untuk ikut berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara guna untuk mewujudkan masyarakat madani.

Berbagai persoalan politik perempuan dari dahulu disebabkan oleh proses politik partai politik, pemerintah, lembaga perwakilan rakyat dan lembaga penyelenggaraan pemilu yang didominasi oleh laki-laki, sehingga nilai kepentingan aspirasi, serta prioritas mereka dalam agenda politik terlalu mendominasi.

Sistem kuota menjadi sebuah mekanisme yang penting untuk meraih peningkatkan keterwakilan perempuan di dalam proses-proses politik, serta sebagai sebuah sarana untuk menjamin agar kepentingan-kepentingan politik perempuan tetap disuarakan dan diwakili.

Pemberlakuan kuota atau strategistrategi langkah merupakan bagian tak terpisahkan dari serunya perdebatan mengenai pengembangan sebuah sistem politik yang demokratis dan dibangun di atas azas utama kesetaraan gender.

Tuntutan pemberlakuan kuota adalah bagian integral dari tuntutan yang lebih besar mengenai hakhak bagi perempuan di dunia politik.

Mengapa isu-isu politik begitu penting bagi perempuan? Hal ini tak lain karena perempuan adalah bagian terbesar atau mayoritas dari negeri ini, sedangkan hak-hak mereka sebagai warga negara yang sah belum mendapatkan perhatian yang selayaknya, disamping mereka terus-menerus dipinggirkan (dimarjinalkan) di dalam proses-proses pembuatan Keputusan.

Di Indonesia dan lebih jauh lagi di kawasan Asia Tenggara, banyak masalah yang terus mengganjal langkah perempuan ke arah tampuk kekuasaan politik.

Masalah Pertama, yang paling penting adalah setumpuk masalah sosial termasuk di dalamnya adalah penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme yang telah meruntuhkan sistem perekonomian dan social capital (sikap saling mempercayai antara rakyat dengan pemerintah sebagai modal utama pembangunan negara yang berdemokrasi) di negara kami. Krisis ketidakpercayaan antara anggota masyarakat dengan negara telah memicu pecahnya kekerasan komunal

Masalah kedua, di bidang partai politik, jumlah perempuan yang mengemban jabatan di posisi-posisi pengambilan keputusan di kawasan ini masih jauh dari harapan menuju tercapainya tingkat critical mass 30 persen.

Yang ketiga, krisis ekonomi yang mulai melanda pada tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak terhadap perempuan maupun laki-laki. Kondisi kesehatan kaum perempuan memburuk, dan pemerintah sendiri belum memiliki kebijakan yang dikhususkan untuk urusan perempuan.

Perempuan perempuan Indonesia yang bekerja di luar negeri (sebagai TKW) merupakan sebuah kekuatan penyangga ekonomi yang sangat besar di masa sekarang, akan tetapi masih saja perempuan kerap kali mengalami berbagai praktik eksploitatif oleh majikan-majikan mereka di negeri orang.

Pada saat yang sama, kebijakan ekonomi makro belum juga menyentuh urusan ekonomi dalam negeri dan masalah pengangguran, apalagi meningkatkan kondisi kehidupan kaum perempuan.

Teori politik model maskulin masih begitu dominan di Indonesia dan kawasan Asia Selatan/Tenggara. Perkembangan teori politik mutakhir yang menyentuh isu gender belum begitu populer di Indonesia.

Kondisi “buta gender” dalam ilmu politik di Indonesia serta dominasi lelaki dalam proses politik telah menghambat terwujudnya keadilan gender di dunia politik. Hal ini seharusnya menjadi tuntutan peningkatan keterwakilan bagi aktivis perempuan di partai-partai politik oleh kalangan LSM dan akademisi sangatlah relevan dalam konteks ini.

Hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, baik untuk menjadi kandidat dan melakukan pemilihan didasarkan pada hak pilih. Namun dalam kenyataanya, hak pilih perempuan tetap dibatasi karena pada dasarnya hanya calon laki-laki yang mempunyai hak pilih.

Representasi perempuan dalam bidang politik bisa dikatakan masih jauh dari harapan. Diindonesia sendiri perempuan yang terjun dalam dunia perpolitikan masih terbelenggu dengan latar belakang, baik itu budaya patriarkhi, hingga perbedaan gender. Meskipun sampai sekarang selalu ada upaya untuk memperbaiki persolan tersebut.

Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak republik Indonesia terus berupaya meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik.

Maka dari itu, dibuatlah kebijakan seperti UU NO.10 Tahun 2008 pasal 55 ayat 2 menerapkan kebijakan baru yang mengatur bahwa setiap 3 bakal calon terdapat sekurang-kurangnya satu orang perempuan.

Pemenuhan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen ternyata masih jauh dari kata memuaskan. Angka tersebut tidak sepenuhnya tercapai bahkan malah menimbulkan pro dan kontra dalam partai.

Bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Hasil rekapitulasi partisipasi perempuan di Jambi jika membandingkan kedua data 2020 dan 2021, semuanya tidak mengalami perubahan kecuali Kabupaten Merangin pada tahun 2020 dia menyumbangkan 0,00% sedangkan pada tahun 2021 yang menyumbangkan 2,86% partisipasi politik perempuan di parlemen.

Pada tabel 1.1 ini jumlah persentase partisipasi perempuan sangat rendah di mana partisipasi perempuan tertinggi adalah di Tanjung Jabung barat timur dengan partisipasi tahun 2020 26,67% dan pada tahun 2021 dia tidak mengalami perubahan.

Sama dengan hal yang lain ia tidak mengalami perubahan angka-angka tersebut dapat dikatakan sangat rendah untuk sebuah tingkat partisipasi. Belum lagi tingkat partisipasi kota sungai penuh baik di tahun 2020 maupun di tahun 2021 adalah 0,00% artinya tidak ada partisipasi perempuan di dalam parlemen bagian tahun 2020 maupun 2021.

Di Kabupaten Batanghari sendiri ia mengalami penurunan jumlah partisipasi perempuan di parlemen yang mana pada tahun 2020 ia menyumbangkan 22,86% sedangkan di tahun 2021 ia mengalami penurunan hanya menyumbangkan 20,00% partisipasi perempuan di parlemen.

Hasil rekapitulasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia jika membandingkan data 2019, terdapat begitu banyak selisih antara Laki-laki dan perempuan. Dari jumlah total 575 dengan persentase 100% Jumlah laki-laki terdapat 455 orang, sedangkan perempuan jauh di bawahmya dengan jumlah hanya 120 orang.

Hari ini secara tidak langsung laki-laki menyumbangkan sekitar 79,13% dan perempuan menyumbangkan anggotanya sekitar 20,86%. Hal ini sangat jauh dari syarat berarti pas partisipasi perempuan yaitu 30%.

Lalu langkah apa yang harus kita lakukan dalam upaya meningkatkan Jumlah Partisipasi Perempuan?

Untuk meningkatkan jumlah partisipasi perempuan, beberapa langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kesadaran dan aksesibilitas: Memberikan kesadaran dan aksesibilitas yang lebih baik pada perempuan, khususnya di daerah-daerah yang terisolasi dan di lingkungan yang lebih tradisional. Hal ini dapat dilakukan melalui program sosialisasi dan kampanye yang menekankan pentingnya partisipasi perempuan dalam berbagai bidang.

2. Peningkatan Pendidikan: Memberikan akses dan kesempatan pendidikan yang lebih baik bagi perempuan, khususnya pada level pendidikan dasar dan menengah. Hal ini akan membantu meningkatkan kemampuan perempuan dalam berpartisipasi dan mempengaruhi kebijakan.

3. Mendorong Keterwakilan: Mendorong keterwakilan perempuan dalam kebijakan dan kepemimpinan, baik di tingkat lokal maupun nasional. Ini dapat dilakukan dengan memberikan kuota atau target keterwakilan perempuan dalam kebijakan atau pemilihan.

4. Memberikan Dukungan: Memberikan dukungan pada perempuan untuk menjadi lebih mandiri dan membangun keterampilan, baik melalui pelatihan atau akses ke sumber daya dan modal usaha yang dapat membantu meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan.

5. Membuka Peluang: Membuka peluang partisipasi perempuan dalam berbagai bidang, termasuk bidang politik, sosial, ekonomi, dan budaya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan akses dan kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki dalam setiap bidang.

6. Mengurangi Diskriminasi: Mengurangi diskriminasi dan stereotipe gender yang seringkali menjadi penghalang bagi partisipasi perempuan. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye kesadaran gender dan pelatihan sensitivitas gender bagi masyarakat, termasuk lembaga pemerintah dan swasta.

7. Menyeimbangkan Beban Kerja: Membantu menyeimbangkan beban kerja antara perempuan dan laki-laki, khususnya dalam tugas rumah tangga dan perawatan anak. Ini akan membantu membebaskan waktu dan energi perempuan untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang.

8. Menyediakan Layanan Kesehatan: Menyediakan layanan kesehatan yang lebih baik bagi perempuan, termasuk kesehatan reproduksi dan kehamilan. Ini akan membantu menjaga kesehatan fisik dan mental perempuan serta memungkinkan mereka untuk berpartisipasi secara aktif dalam berbagai bidang.

Dengan mengambil langkah-langkah ini, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam berbagai bidang dan membawa perubahan positif bagi masyarakat secara keseluruhan.


Dimas Anggara : Mahasiswa program studi Ilmu Politik, Fakultas Hukum, Universitas Jambi

 

Editor: Maskun Sopwan

Tags

Terkini

Terpopuler