Syair ‘Karbala berduka Karbala Beraksi’ Karya Jalaludin Rakhmat Part 3, Perjuangan Husein saat Mencabut...

- 17 Agustus 2021, 19:15 WIB
Syair ‘Karbala berduka Karbala Beraksi’ Karya Jalaludin Rakhmat Part 3, Perjuangan Husein saat Mencabut Sendiri Anak Panah dari Kuduknya.
Syair ‘Karbala berduka Karbala Beraksi’ Karya Jalaludin Rakhmat Part 3, Perjuangan Husein saat Mencabut Sendiri Anak Panah dari Kuduknya. /fitnahakhirzaman.blogspot.com/

OKEJAMBI.COM – Bagian ketiga, syair ini menjadi bagian terakhir dari keseluruhan syair Karbala Berduka Karbala Beraksi karya Jalaludin Rakhmat. Di sini adalah akhir dari perjuangan Husein bin Ali yang digambarkan sebagai sosok pejuang yang suci.

Husein gemetar geram

Ketika Syimtr melengking seperti syetan:

“Hai anak Abu turab, sekiranya seluruh air di dunia ini

Berada dalam kekuasaanku, aku tidak akan

Memberikan setetespun

Kepada kalian sebelum kalian membai’at Yazid.”

Abbas menyeruak membelah pasukan

Anak – anak panah memburunya dari berbagai penjuru

Ia berhasil mencapai tepian sungai Furat

Ia sudah mencelupkan jemarinya ke air yang dingin

Tapi ia mencurahkannya kembali:

“Tidak layak aku minum air sejuk

Sedangkan kehausan mencekik saudaraku Husein.”

Baca Juga: Syair ‘Karbala Berduka Karbala Beraksi’ Karya Jalaluddin Rakhmat Part 2, Sosok Pembunuh 120 Penunggang Kuda

 

Abbas memenuhi kantong airnya

Dengan satu tekad: mempersembahkannya kepada Husein

Dari balik pohon korma musuh pengecut mematahkan kedua tangannya

Panah – panah beracun menghujani tubuhnya

Ia roboh dengan kantong air di antara gigi – giginya

Anak panah lain menyobekkan kantong airnya

Tongkat besi membelah kepalanya

 

Ia menangis bukan karena luka – luka parah di tubuhnya

Ia menangis karena gagal menghantarkan air untuk panutannya

 

Ruhnya yang suci terbang ke langit diantarkan seruan:

“Alaika minni salam Aba Abillah “

Wajah  Husein mana lagi yang penuh darah puteranya

Ali Ashgar menggelepar di tangannya

Dengn anak panah yang menusuk lehernya

 

Apakah wajahnya yang jernih ketika anak panah menyobekkan mulutnya yang suci

Yang selalu menjadi tempat kecupan Nabi

Lalu, ia mengumpulkan tangannya ke langit

“Ya Allah, semua ini kecil di sisi – Mu.”

 

Ataukah wajahnya yang diterangi cahaya nubuwah

Basah dengan darah yang mengalir dari dahinya

Yang dilubangi anak panah lainnya

Yang mengangkat tangannya ke langit:

“Ya Allah, engkau tahu apa yang menimpaku

Dari hamba – hamba-Mu yang durhaka.”

 

Ataukah wajahnya yang merah

Ketika tubuhnya menjadi bulan – bulanan ribuan anak panah

Ia sobekkan pakaiannya untuk mengusap darah yang menutupnya matanya

Ia cabut anak panah dari kuduknya

Dan darah terbesit deras seperti pancuran

Tangannya yang mulia menyauknya

Ia lumuri seluruh wajah dan janggutnya

 

Wajah itu tetap juga menggumamkan zikir:

Bismillah, wa billah, wa’ala millati Rasulullah

Aku ingin menghadap Allah dan kakekku

Dengan tubuh yang bersimbah darah seperti ini

 

Bagaimana mungkin kugambarkan wajah Husein

Yang tersungkur jatuh mencium tanah

Pedang – pedang mencencangnya

Tombak – tombak menghujamnya

Anak – anak panah menghujaninya

 

Tapi bibir yang suci itu masih juga menggumamkan zikir:

Shabran ‘ala qadika, la ilaha siwak

Ya Ghiyatsal mustaghitsin

Ma li Rabbun siwa wa la ma’budun ghairuk

Shabran ‘ala hukmik, ya ghiyatsa man la ghiyatsalah

 

Masih mampukah aku melukiskan wajah Husein

Ketika seorang yang mengaku umat Muhammad

Menebus kepalanya yang sering di pelak Rasul

Wajah itu dihias dengan senyum surgawi

Dan masih juga menggumamkan kalimat – kalimat suci

 

Husein telah mempersembahkan ruhnya yang suci

Untuk menegakkan ajaran Al-Qur’an

Untuk membuktikan kepalsuan para ulama

Pendukung kekuasaan

Untuk mengembalikan agama Muhammadi yang asli

Yang telah ditegakkan oleh darah Ali

Untuk menghidupkan agama yang mengajarkan keberanian

Untuk menentang segala macam penindasan.***

Editor: Ahmad Roni


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah