Demi Hak Hidup yang Layak, Serikat Tani Kumpeh Tetap Berjuang

- 6 Juni 2023, 07:00 WIB
Pos penjagaan areal lahan masyarakat Desa Sumberjaya yang dijaga secara bergantian oleh anggota Serikat Tani Kumpeh.
Pos penjagaan areal lahan masyarakat Desa Sumberjaya yang dijaga secara bergantian oleh anggota Serikat Tani Kumpeh. /Oke Jambi/Hajrin Febrianto/

Oke Jambi – Perjuangan kaum tani untuk melepaskan diri dari belenggu skema perampasan lahan masih bergelora di Desa Sumberjaya, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muarojambi. Berbagai bentuk intimidasi pun seringkali mereka hadapi selama proses memperjuangkan hak atas tanah garapan.

Pada tahun 2021, masyarakat berhasil menduduki kembali lahan yang sudah ditanami kelapa sawit oleh perusahaan. Setahun setelahnya, Serikat Tani Kumpeh (STK) dideklarasikan sebagai alat perjuangan masyarakat Desa Sumberjaya untuk mendapatkan hak hidup yang layak.

Ketua Serikat Tani Kumpeh, Bahusni, mengingat masa sebelum merebut kembali lahan, tentang kondisi kehidupan di kampungnya yang semakin hari semakin memburuk. Pengangguran meningkat, anak putus sekolah, petani tak punya tanah, dan sumber kehidupan masyarakat yang punah.

“Saya melihat orang orang di kampung sudah banyak yang pergi ke luar untuk mencari kehidupan,” tutur Bahusni duduk bersila menyandar dinding, terbayang kondisi beberapa tahun silam.

Konflik antara masyarakat dan perusahaan di Desa Sumberjaya sudah terjadi sejak tahun 1998. Pada masa itu, PT Purnama Tusau Putra masuk dan merambah ke wilayah Desa Sumberjaya. Penolakan dan perlawanan sudah ada, namun perusahaan tetap membuka lahan dan menanam tanpa sepengetahuan masyarakat.

Dokumentasi perjuangan masyarakat Desa Sumberjaya mengusir perusahaan dari kampung mereka pada tahun 1998.
Dokumentasi perjuangan masyarakat Desa Sumberjaya mengusir perusahaan dari kampung mereka pada tahun 1998. Serikat Tani Kumpeh

Tahun 2008 baru diketahui bahwa perusahaan tersebut sudah berganti nama menjadi PT Fajar Pematang Indah Lestari (FPIL), padahal PT Purnama Tusau Putra belum menyelesaikan persoalannya dengan masyarakat. Apalah arti sebuah nama, sejatinya petani hanya butuh tanah.

Kini, masyarakat beraktivitas di atas lahan seluas 340 hektar yang mereka kuasai. Hasil dari kebun, sebagian digunakan untuk anak yatim, orang jompo, sarana kegiatan keagamaan, serta untuk menopang biaya pendidikan anak-anak di desa.

Madrasah Diniyah Nuruttholibin, yang terletak di Desa Sumberjaya termasuk sekolah yang menjadi perhatian Serikat Tani Kumpeh. Hermansyah, selaku kepala madrasah mengungkapkan terjadinya peningkatan jumlah murid setelah dibantu pembiayaannya oleh Serikat Tani Kumpeh sejak tahun 2023 ini.

“Dulunya, untuk SPP, kami pungut dari wali murid, atau untuk honor gurunya kami ambil dari SPP. Alhamdulillah pada tahun ini sudah dibantu Serikat Tani Kumpeh. Kemudian, anak untuk saat ini digratiskan mengaji di madrasah ini,” jelas Hermansyah saat ditemui pada awal Juni 2023.

Dokumentasi murid Madrasah Diniyah Nuruttholibin yang sedang belajar di dalam ruangan kelas.
Dokumentasi murid Madrasah Diniyah Nuruttholibin yang sedang belajar di dalam ruangan kelas. Serikat Tani Kumpeh

“Jumlah murid, yang awalnya dengan adanya SPP itu sekitar 75 orang, namun setelah digratiskan untuk sekolah di Madsrasah Diniyah Nuruttholibin ini, untuk saat ini sekitar 103 orang (jumlah murid, red), dengan delapan orang guru,” tambahnya.

Serikat Tani Kumpeh juga membuka lapangan pekerjaan bagi pemanen dengan sistem upah yang layak, namun mereka kerap dituduh mencuri di lahan PT FPIL. Sementara, selama proses perjuangan, Serikat Tani Kumpeh mengaku selalu berupaya mengikuti prosedur hukum yang berlaku.

Entah apa yang sebenarnya terjadi. Fakta di lapangan ditemukan baliho bertuliskan keterangan areal Hak Guna Usaha (HGU) PT FPIL, dengan nomor HGU 0046, 0047, dan 00166 yang tidak terbaca ketika ditelusuri lewat aplikasi Sentuh Tanahku.

Baliho bertuliskan areal Hak Guna Usaha PT FPIL yang terdapat di lahan PT FPIL.
Baliho bertuliskan areal Hak Guna Usaha PT FPIL yang terdapat di lahan PT FPIL.

Sejak memperjuangkan wilayahya, berbagai bentuk intimidasi datang silih berganti kepada petani, mulai dari hal mistik hingga kriminalasi. Dalam catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Jambi, sejak akhir 2021 petani sudah dipidanakan oleh PT FPIL, lalu pada Maret 2022 Ketua STK digugat secara perdata, dan pada Juli 2022 Bahusni ditetapkan sebagai tersangka atas laporan PT FPIL.

Baca Juga: Ratusan Petani di Jambi Minta Ditahan Polisi

Beberapa bulan lalu, tepatnya awal Februari 2023, petani kembali mengalami intimidasi. Belasan orang yang diduga preman bayaran perusahaan, masuk ke lahan masyarakat dan melakukan percobaan pembunuhan terhadap petani anggota STK. Kini proses hukumnya sedang ditangani oleh Ditreskrimum Polda Jambi.

Baca Juga: Proses Hukum Berjalan, Kepala Desa Minta Perusahaan Tak Lagi Gunakan Cara Kekerasan Selesaikan Konflik

Dan hari ini Selasa, 6 Juni 2023, adalah jadwal sidang perdana Bahusni di Pengadilan Negeri Sengeti, atas laporan PT FPIL ke Polda Jambi dengan tuduhan menggarap lahan milik perusahaan. Koordinator KPA Wilayah Jambi, Fransdoddy Taruma Negara, mengatakan bahwa Bahusni bukanlah pelaku kriminal, melainkan pejuang agraria yang menjadi korban kriminalisasi.

“Bahusni dilaporkan dengan tuduhan menggarap lahan perusahaan. Sesungguhnya PT FPIL lah yang telah merampas tanah milik Bahusni dan warga Desa Sumberjaya,” kata Doddy.

Konsorsium Pembaruan Agraria dan Serikat Tani Kumpeh, bersama warga Desa Sumberjaya meminta pihak berwenang agar segera membebaskan Bahusni, serta menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi terhadap anggota Serikat Tani Kumpeh.***

Editor: Hajrin Febrianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x