Pendidikan : Soft Power yang Tak Diseriusi Indonesia

- 16 November 2022, 17:22 WIB
Pendidikan : Soft Power yang Tak Diseriusi Indonesia
Pendidikan : Soft Power yang Tak Diseriusi Indonesia /Rahmawati Sipayung/

OKEJAMBI.COM - NELSON Mandela pernah mengatakan bahwa pendidikan merupakan senjata paling mematikan di dunia. Karena dengan pendidikan, kita mampu mengubah dunia.

Hal tersebut bukanlah sebuah kata-kata belaka. Pendidikan memiliki korelasi dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu negara, dan berdampak pada kemajuan ekonomi, teknologi, dan lain-lain.

Alasan tersebut membuat pendidikan menjadi soft power yang penting untuk dikembangkan sebagai sebuah kekuatan negara.

Istilah mengenai soft power, pertama kali diperkenalkan oleh Joseph S Nye. Di dalam bukunya berjudul : Soft Power "The Means to Success in World Politics (2004)", menjelaskan bahwa soft power pada intinya merupakan sebuah usaha untuk membuat pihak lain melakukan hal yang kita kehendaki tanpa diminta.

Berbeda dengan hard power yang kerapkali menggunakan pendekatan kekerasan, soft power digunakan dengan cara yang halus, seperti misalnya kebudayaan, gaya hidup ataupun ekonomi, Dalam konteks negara.

Lalu bagaimana dengan Indonesia ?

Apakah pendidikan sebagai soft power negara sudah kuat?

Jawabannya tentu saja tidak, kita masih memiliki banyak permasalahan pendidikan dari berbagai sisi. Namun, penulis melihat dua permasalahan besar yang membuat pendidikan di Indonesia belum dapat menjadi sebuah soft power.

Dari sisi anggaran, efektivitas pengalokasian dan pemanfaatan anggaran patut untuk dipertanyakan. Meskipun alokasi dana APBN ke pendidikan sebesar 20 % atau hampir 450 triliun. Tetapi Kemdikbud selama ini hanya mengelola 10 persen dari anggaran pendidikan (2 persen dr APBN) dan sisanya tersebar di kementerian lain serta transfer ke daerah.

Sebagai contoh, pada APBN 2018, alokasi anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp.440,9 triliun. Dari jumlah tersebut, Kemdikbud yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dasar dan menengah hanya mengelola Rp 40 triliun (9,1 persen), lebih kecil dibanding Kementerian Agama (Rp 52,7 triliun) dan Kemristekdikti (Rp 40,4 triliun).

Halaman:

Editor: Husnul Khotimah


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x