Konflik Agraria Masuk Ranah Pidana, Sudah Tepatkah?

- 10 September 2023, 17:00 WIB
Seorang masyrakat Desa Sumberjaya duduk di mobil ambulans bertuliskan Serikat Tani Kumpe dan memegang poster tuntutan bebaskan Bahusni.
Seorang masyrakat Desa Sumberjaya duduk di mobil ambulans bertuliskan Serikat Tani Kumpe dan memegang poster tuntutan bebaskan Bahusni. /Oke Jambi/Hajrin Febrianto/

Oke Jambi – Jaksa Penuntun Umum Kejaksaan Negeri Muarojambi kembali menghadirkan para saksi di persidangan Pengadilan Negeri Sengeti pada Rabu, 6 September 2023 lalu. Empat orang dihadirkan untuk memberikan kesaksian terkait perkara pidana yang didakwakan kepada Ketua Serikat Tani Kumpe (STK), Bahusni bin Hamzah.

Sejak penyelesaian perkara ini dilimpahkan ke meja hijau, setidaknya sudah sepuluh kali sidang digelar. Beberapa kali juga diwarnai aksi damai masyarakat Desa Sumberjaya di depan pengadilan, mereka menuntut pengadilan menghentikan perkara Bahusni.

Hari itu tidak ada demonstrasi, pengamanan serta pengawalan ketat dan rutin setiap persidangan tetap dilakukan pihak kepolisian.

Terdengar dari ruang sidang Kartika Pengadilan Negeri Sengeti, suara hakim melontarkan beberapa pertanyaan kepada saksi, salah satunya menanyakan apakah aktivitas pemanenan juga termasuk di dalam bagian dari pengurusan lahan.

Baca Juga: Bahusni Dituduh Mencuri di Lahan Sendiri

Lalu, seorang saksi yang merupakan anggota Serikat Tani Kumpe menjawab iya, bahwa aktivitas pemanenan itu sebagai bagian dari pengurusan konflik lahan antara masyarakat dan perusahaan. Karena menurutnya, hal itu sah saja dilakukan, mengingat tanahnya punya mereka.

Namun menurut hakim saat bertanya kepada saksi, jika tanahnya punya masyarakat dan pohon kelapa sawitnya yang menanam adalah perusahaan, maka kalau misalnya mau adil pohonnya dikembalikan. Hal itu spontan dibantah saksi, karena kata dia hutan mereka pun juga sudah diambil dan ditanam sawit oeh perusahaan.

Poin ini menjadi menarik, karena bisa saja masyarakat yang terlibat di dalam pendudukan lahan seluas kurang lebih 322 hektar di Desa Sumberjaya tersebut terancam melakukan tindak pidana, atas dasar memungut hasil dari memanen kelapa sawit milik orang lain yang tumbuh di tanah mereka.

Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor B–230/E/Ejp/01/2013 tertanggal 22 Januari 2023 yang ditandatangani oleh Jaksa Agung Muda, Mahfud Mannan, menjelaskan bahwa perkara tidak pidana umum (Pidum) yang objeknya berupa tanah yang belum ada ketetapan hukum sebagai syarat sah kepemilikan, maka tidak dapat dipidanakan.

Baca Juga: Nota Keberatan Dipidana Karena Perjuangan

Halaman:

Editor: Hajrin Febrianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x